Wahyu
Kediri- Sejumlah orang yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Diniyyah Takmiliyyah (FKDT) Kota Kediri mendatangi Kantor DPRD Kota Kediri di jalan Mayor Bismo Kelurahan Semampir, Senin 23 Oktober 2023.
Tujuan mereka ke sana bukan untuk berunjuk rasa, melainkan hanya menghadiri undangan rapat dengar pendapat dengan komisi C DPRD Kota Kediri dan Dinas Pendidikan Kota Kediri. Setibanya di kantor gedung dewan, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak penerapan 5 hari sekolah di Kota Kediri”.
Di bawahnya tertulis “Penerapan 5 hari sekolah mengakibatkan anak-anak capek dan tidak mau mengaji di Madrasah Diniyah”. Kehadiran mereka langsung diterima oleh Ketua Komisi C Sunarsiwi Ganik Pramana beserta 4 anggota fraksi lainya. Rapat dengar pendapat dilaksanakan di ruang Komisi C berlangsung kurang lebih 1 jam.
Wakil Ketua Komisi C Ashari ketika dikonfirmasi menjelaskan dalam hal ini pihaknya tidak menyalahkan siapapun, asalkan semuanya lebih dulu harus dikomunikasikan dengan baik.
Ia menjelaskan dalam aturan di Perpres no 87 tahun 2017 yang menjadikan dasar penguatan pendidikan karakter. Lalu diterangkan dalam Permendikbud nomor 20 tahun 2018 disebutkan pemberlakuan 5 atau 6 hari sekolah tidak ada satu pun yang menyebutkan wajib, melainkan tergantung pilihan.
Kemudian dipasal 9 ayat 1 dalam rangka menentukan 5 atau 6 hari harus ad akomunikasi. “Jadi sifatnya ini tidak bisa disamaratakan. Kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara menyeluruh atau secara langsung,” terang pria yang hobi berolahraga menunggangi kudi besi tersebut.
“Prosedurnya yaitu satuan Pendidikan dalam hal ini sekolah masing-masing berkomunikasi dengan komite, melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat setempat, juga memperhatikan kearifan lokal di daerahnya masing-masing. Lalu kemudian jika mereka bersepakat memberlakukan pembelajaran 5 hari baru langsung mengajukan izin kepada dinas pendidikan. Setelah itu dinas terkait melakukan kajian dan komunikasi. Lalu keluar izin dari dinas pendidikan,” beber Ashari.
Lebih lanjut ia menilai penolakan yang terjadi sekarang karena miskomunikasi saja. “Menurut kami ada komunikasi yang tidak dilakukan sehingga ada penolakan. Sekali lagi jika hal itu dikomunikasikan sejak awal saya yakin tidak ada penolakan,” terangnya.
Ashari menilai Pembelajaran 5 Hari Sekolah yang sudah diberlakukan selama kurang lebih satu bulan tersebut merupakan keputusan sepihak. Komisi C yang membidangi pendidikan tidak pernah sama sekali diajak komunikasi tentang hal ini.
“Keputusan ini terkesan sepihak, keputusan diambil tiba-tiba hari Kamis dilakukan talk show, hari Senin dilakukan uji coba dan berlaku sampai hari ini hampir satu bulan,” ungkapnya.
Solusi yang ditawarkan dalam polemik ini adalah harus dilakukan evaluasi terkait kebijakan 5 Hari Sekolah. “Evaluasinya ya harus kembali pada aturan. Saya pribadi menilai beruntung kita sudah melakukan uji coba selama satu bulan ini. Setelah itu masyarakat bersuara apa adanya pasti disampaikan,” tuturnya.
Sedangkan dari pihak FKDT meminta kebijakan yang sudah berjalan harus dievaluasi. Karena dampaknya sangat terasa terutama pada pendidikan non formal seperti Diniyyah dan TPQ. “Pengurangannya sangat drastis, jumlah santri yang masuk berkurang 40 persen sampai 50 persen .Bahkan pada hari Sabtu kan libur, mereka juga pingin libur,” ucap Fathur Rozi Sekretaris FKDT.
Sekadar diketahui jika saat ini ada sekitar 56 pendidikan non formal Diniyah dan TPQ di Kota Kediri.